The Dark Pictures Anthology: Man of Medan
Supermassive Games
Bandai Namco
30 Agustus 2019
PS4, Xbox One, PC
Horror, Interactive Drama
Dewasa
Blu-ray, Digital
51.44 GB (Base Game + Patch)
Rp 399.000 (Fisik)
Rp 340.000 (Digital)
Kepiawaian developer Supermassive Games meracik game Until Dawn membuat Bandai Namco tertarik bekerjasama untuk memproduksi genre game di luar kebiasaan mereka, yakni Interactive Drama. Karena seperti yang kita ketahui bersama, nama Bandai Namco kerap kali dikaitkan dengan game yang bernuansa anime seperti Tales, Dragon Ball, One Piece atau Naruto. Di samping itu, mereka juga menjadi salah satu pionir genre fighting dengan dua judul andalannya, Tekken dan Soulcalibur. Akan tetapi,
Kini, mereka berniat mengumpulkan delapan kisah horor yang akan dikemas dalam satu payung bernama The Dark Pictures Anthology, yang rencananya akan dirilis setiap enam bulan sekali dan tidak saling berhubungan satu sama lain. Berkat posisi mereka yang terhitung sebagai third-party publisher, game antologi ini pun akhirnya bisa dirilis secara multiplatform untuk PS4, Xbox One dan PC. Seperti apa kisah Man of Medan yang menjadi seri pembuka dalam antologi ini?
Simak ulasannya berikut ini!
Story
Pada suatu hari lima sekawan pemuda-pemudi hendak melakukan perjalanan ke tengah laut untuk menyelam mencari reruntuhkan pesawat bekas Perang Dunia II. Kelima orang tersebut terdiri dari dua pasang kakak beradik dan seorang kapten kapal, yaitu Alex, Brad, Conrad, Julia dan Fliss. Sang kapten mengatakan bahwa mereka harus mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan dan dilarang membawa benda apapun dari kapal karam tersebut karena dapat membawa kesialan. Sayangnya, beberapa di antara mereka melanggarnya dan akhirnya memicu pertikaian internal. Saat berada di tengah laut, kapal yang mereka tumpangi tiba-tiba dihampiri tiga perompak yang mengharap tebusan. Berusaha kabur dari perompak itu, kelima sahabat itu malah terdampar di sebuah kapal misterius bernama S.S. Ourang Medan.
Mampukah kelima sekawan itu keluar hidup-hidup dari kapal tersebut?
Temukan jawabannya dengan memainkan The Dark Pictures Anthology: Man of Medan!
Gameplay
Antologi secara harafiah diturunkan dari Bahasa Yunani yang dapat diartikan sebagai sebuah kumpulan karya-karya sastra. Awalnya, definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi saja, namun seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran makna atas karya itu sendiri. Atas dasar prinsip tersebut, Bandai Namco dan Supermassive Games memutuskan untuk mengumpulkan serangkaian cerita horor yang dikemas dalam satu payung bernama The Dark Pictures Anthology, di mana Man of Medan berperan sebagai seri pembuka.
Berikut kami bahas aspek gameplay selengkapnya:
3-Way to Plays
Developer memperkenalkan tiga cara bermain yang terbilang baru dalam game sejenis ini. Dua di antaranya adalah mode Multiplayer, sementara satu lainnya adalah metode klasik Single-player. Mode Multiplayer sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Shared Story (Online Multiplayer) yang hanya bisa dimainkan dua orang pemain secara online dan Movie Night (Local Multiplayer) yang mendukung hingga lima pemain satu konsol.
Yang cukup disayangkan adalah implementasi Shared Story yang memaksa Anda untuk mengundang teman yang ada dalam daftar teman untuk memainkan cerita secara bergantian. Tidak ada opsi untuk bermain dengan pemain acak sehingga jika Anda tidak memiliki teman yang juga memiliki game ini, tidak ada kesempatan untuk mencicipi mode yang satu ini.
Lain halnya dengan mode Movie Night, di mana Anda akan berbagi kontroller yang sama maksimal hingga lima pemain. Setiap pemain berhak memilih satu (atau lebih) karakter playable yang ada. Walaupun disebut Multiplayer, setiap karakter tidak bergerak bersamaan dalam satu waktu. Akan ada pergantian giliran tergantung alur cerita sedang dilihat dari sudut pandang siapa. Untuk mode Play Alone (Single-player), rasanya tidak perlu kami jelaskan lebih rinci karena Anda akan mengendalikan seluruh karakter yang tersedia.
Interactive Drama
Sebelum masuk ke cerita utama, Anda akan dibawa ke tahun 1940 terlebih dahulu untuk mengetahui latar belakang kapal S. S. Ourang Medan. Saat cerita dimulai, Anda akan berperan sebagai seorang awak kapal bernama Joe, yang ditemani sahabatnya Charlie. Sesi prolog ini difungsikan sebagai Tutorial yang akan memperkenalkan beragam mekanisme gameplay agar nantinya Anda lebih siap menghadapi cerita inti. Yang agak disayangkan adalah saat Anda mendapatkan kendali karakter, animasi gerakan berjalan mereka yang masih terasa kurang presisi, sehingga terkesan kaku.
Saat cutscene cerita berlangsung, usahakan Anda tetap fokus pada layar karena tombol-tombol aksi ini bisa muncul kapan saja tergantung situasi. QTE di sini terbagi menjadi beberapa tipe. Pada tipe pertama, Anda hanya butuh menekan tombol yang muncul di layar dengan benar, entah itu ditekan sekali, ditahan atau ditekan berulang sebelum waktu yang tersedia habis. Tipe kedua, biasanya mengharuskan Anda menggerakkan analog kanan pada titik sasaran, sebelum menekan tombol R2. Tombol R2 sendiri biasanya digunakan untuk memegang/menggenggam suatu objek.
Pada QTE tipe ketiga, terdapat perubahan sesi Don’t Move dari Until Dawn terdahulu, di mana Anda tidak boleh menggerakkan kontroler DualShock 4 sedikit pun berkat pemaksimalan fitur Motion Sensor. Namun, mengingat game ini juga dirilis di luar platform PS4, developer mengganti QTE ini dengan sesi baru bernama Keep Calm. Pada sesi ini, Anda diharuskan menekan sejumlah tombol yang divisualisasikan ala pendeteksi jantung agar karakter tetap mampu menjaga ketenangannya di situasi yang menegangkan.
Bagian yang cukup krusial dalam gameplay terjadi saat percakapan antar karakter, di mana Anda diminta untuk memilih jawaban berdasarkan logika, perasaan atau bahkan memilih untuk diam. Pilihan jawaban ini dipresentasikan menggunakan kompas yang berfungsi layaknya kompas moral Anda. Dengan menggerakkan analog kanan ke arah jawaban, maka karakter Anda akan melontarkan dialog sesuai pilihan.
Setiap jawaban yang Anda pilih akan mempengaruhi perspektif karakter tersebut kepada rekannya, begitu pun sebaliknya. Perspektif ini bisa mengarah ke positif, namun bisa juga negatif, yang ditandai oleh tanda panah hijau atau merah. Pilihan-pilihan inilah yang nantinya akan mempengaruhi jalan cerita hingga memicu ending yang berbeda.
Pada dasarnya, tidak ada jawaban yang 100% benar dan 100% salah, karena sebagian besar pertanyaan berada dalam ranah abu-abu. Hanya saja, pada sesi QTE, kesalahan penekanan tombol bisa saja membawa karakter Anda lebih dekat dengan ajalnya. Dengan banyaknya kemungkinan yang terjadi, kelima karakter yang tersedia bisa hidup semua, mati sebagian atau yang terburuk adalah tewas menyeluruh. Di sinilah peran Anda sebagai pemain akan diuji. Dengan tema horor yang diusung, tentu saja Anda harus mempersiapkan diri untuk terbiasa dengan jumpscare atau hal-hal menakutkan lainnya.
Lalu, apa sebenarnya The Dark Pictures itu sendiri? Jadi, selama permainan berlangsung, nantinya Anda bisa menemukan lukisan-lukisan yang terpasang/tercecer di berbagai tempat seperti halnya Totem pada Until Dawn. Dengan memeriksa lukisan ini, Anda akan melihat cuplikan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Hal ini setidaknya membuat Anda lebih siap mengambil keputusan penting yang mungkin saja bisa mengancam nyawa para karakter.
Di sela-sela cerita, terkadang muncul seorang penjaga perpustakaan yang memberikan pandangannya sendiri terhadap cerita yang sedang berlangsung. Kemunculannya kami nilai cukup menghibur dan memberikan Anda waktu rehat sejenak sembari merenggangkan otot-otot yang tegang. Tampaknya, pria paruh baya ini akan muncul kembali di seri-seri game The Dark Pictures Anthology selanjutnya.
Presentation
Visual
Serupa dengan apa yang ditawarkan dalam Until Dawn, Supermassive Games kembali menghadirkan model karakter yang di-render dari aktor sungguhan menggunakan teknologi motion-capture. Hal ini menjadikan setiap karakternya tampak begitu realistis dan hidup. Karakter Conrad yang santai diperankan oleh aktor Shawn Ashmore yang juga pernah membintangi game Quantum Break tiga tahun silam. Selanjutnya ada Alex yang memiliki sifat insecure dan diperankan Kareem Tristan, kemudian ada Brad yang pintar tapi kikuk diperankan oleh Chris Sandiford, lalu ada Julia yang manja diperankan oleh Arielle Palik dan terakhir Si Kapten yang tidak sabaran, Fliss, diperankan oleh Ayisha Issa.
Namun, berbeda dengan Until Dawn yang dibangun menggunakan engine Decima (Horizon: Zero Dawn) yang saat itu masih belum sempurna, game ini mempercayakan pondasi utamanya pada Unreal Engine 4. Hasilnya, terdapat peningkatan visual yang signifikan, mulai dari penataan cahaya yang memukau, pergerakan kamera yang sinematik, detail lingkungan yang fantastis hingga ekspresi wajah yang realistis. Sayangnya, kami kerap kali menemukan ekspresi wajah yang kurang sesuai dengan situasi yang ada. Selain itu, terkadang kami masih mengalami penurunan framerate di beberapa adegan dan pop-up texture pada detail lingkungan. Walaupun tidak sampai merusak pengalaman bermain, namun hal ini perlu mereka perbaiki di game-game selanjutnya.
Audio
Komposer dari game sebelumnya, Jason Graves, kembali menunjukkan kepiawaiannya meracik soundtrack dalam game ini. Untuk game horor seperti ini, musik dan efek suara yang mendukung mutlak diperlukan. Karena dari sanalah dapat terbangun atmosfer mencekam yang mampu menakut-nakuti pemain secara psikologis. Efek-efek suaranya sendiri sudah sangat baik, terlebih di bagian jumpscare yang memang bertujuan untuk mengejutkan para pemainnya.
Dari sisi sulih suara sendiri, seluruh aktor menjiwai karakternya dengan sangat baik hingga Anda mampu menebak sifat-sifat mereka hanya dari dialognya saja. Untuk lagu tema pembukanya, Man of Medan menyajikan lagu berjudul “A Conversation with Death” yang dinyanyikan oleh band metal asal Amerika, yaitu Khemmis. Sedangkan, lagu penutupnya yang berjudul “O Death” dibawakan oleh Gangstagrass.
Value
Dari sisi cerita, kepiawaian Supermassive Games meracik skenario sudah tidak perlu diragukan lagi. Anda benar-benar disuguhkan kualitas cerita yang mampu membuat bulu kuduk berdiri. Hanya saja, kami merasa cara penyajiannya serta pengembangan karakternya terasa agak dangkal, sehingga kami merasa kurang simpati terhadap para karakternya. Alhasil, kami merasa tidak merasa harus menyelamatkan semua karakter karena hal tersebut.
Untuk satu playthrough saja, Anda membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam untuk menyelesaikannya. Namun, kami menilai bahwa setidaknya dibutuhkan empat ending berbeda untuk mengetahui misteri S.S. Ourang Medan lebih mendalam. Walaupun durasi permainannya terhitung singkat, namun dengan total 14 ending yang tersedia, membuat game ini sangat layak untuk dimainkan berulang kali, baik sendiri maupun dengan teman-teman.
Dengan hadirnya fitur The Curator’s Cut membuat Anda bisa mendapatkan perspektif yang berbeda, meskipun sedang menjalani adegan yang serupa. Sebagai contoh, pada mode Standard, di awal permainan saat adegan di atas kapal, Anda akan mengendalikan Brad dan berinteraksi dengan Conrad, sementara jika menggunakan fitur ini, Anda justru mengendalikan Alex dan berinteraksi dengan Julia pada adegan yang sama. Dengan adanya fitur ini, Anda bisa mendapatkan pengalaman baru dalam menjalani setiap adegan. Fitur ini baru bisa Anda akses setelah menyelesaikan permainan. Hal ini kami nilai sebagai nilai plus sehingga game ini tidak langsung ditinggalkan begitu saja setelah Anda menamatkannya satu kali.
Conclusions
Meskipun memiliki ukuran game yang jauh lebih besar, kami merasa bahwa ruang lingkup Man of Medan terasa lebih kecil dari Until Dawn. Plot ceritanya sendiri lebih mudah ditebak dan tidak terlalu mengejutkan kami. Dan entah mengapa, kami merasa bahwa pengembangan karakter dalam game ini terasa agak dangkal sehingga tidak mampu menumbuhkan rasa simpati pada mereka. Hal inilah yang membuat kami tidak terobsesi untuk menyelamatkan nyawa karakter dan merasa ikhlas begitu saja saat di antara mereka ada yang gagal bertahan hidup.
Secara teknologi, Man of Medan mungkin boleh berbangga karena didukung Unreal Engine 4 yang memang sudah terbukti kehebatannya. Namun, bagi kami Until Dawn masih terasa lebih berkesan secara pengalaman berkat dinamika permainannya yang mampu meningkatkan adrenalin dan tensi secara tepat. Akan tetapi, berkat harganya yang cukup murah, Man of Medan masih sangat layak untuk Anda mainkan, apalagi jika Anda berniat memainkannya bersama teman-teman dalam satu ruangan. Semoga saja seri keduanya nanti, The Dark Pictures Anthology: Little Hope, bisa tampil jauh lebih baik dari ini.
Game ini telah tersedia di Play Inc. Store
+ Banyaknya pilihan ending
+ Jawaban yang mempengaruhi perspektif karakter
+ Penambahan mode Multiplayer
+ Visualisasi karakter yang tampak hidup
+ Tata cahaya yang memukau
+ Efek suara mampu membangun atmosfer horor
+ Musik yang mendukung suasana
+ Sudut pandang The Curator yang menghibur
+ Fitur The Curator's Cut
- Plot yang mudah ditebak
- Kendali karakter masih agak kikuk
- Ekspresi wajah sering tidak sesuai dengan situasi
- Pengembangan karakter agak dangkal
- Shared Story terikat pada Friend List
- Beberapa percakapan terasa lemah
- Sebagian karakter kurang menarik
- Pace awal yang agak lambat