Anodyne 2: Return to Dust
Analgesic Productions
Melos Han-Tani
Marina Kittaka
Ratalaika Games
Analgesic Productions
Ratalaika Games
12 Agustus 2019 (PC)
18 Februari 2021 (Console)
PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series, Switch, PC
Action adventure
Remaja
Digital
295.4 MB
Rp 279.000
Pernahkah Anda membayangkan menjadi seorang pahlawan yang harus membersihkan debu menggunakan vaccuum cleaner? Ya, ide yang terdengar unik di awal ini menjadi konsep utama game action adventure dengan gaya klasik yang dirilis oleh pengembang dari game berjudul Anodyne 2: Return to Dust.
Simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Story
New Thelas dikuasai oleh debu yang disebut Nano Dust. Beberapa penduduk New Thelas mulai bertingkah laku aneh. Sebagai Nova sang Nano Cleaner, sebuah makhluk yang baru saja terlahir dari telurnya, Anda akan ditugaskan oleh 2 orang misterius untuk membersihkan Dust dari kota tersebut. Namun, tugas Nova tidak semudah itu. Nova harus berinteraksi dengan para penduduk yang mulai membuat masalah di berbagai tempat di New Thelas.
Mampukah Nova melakukan tugasnya sebagai seorang Nano Cleaner?
Temukan jawabannya dengan memainkan Anodyne 2: Return to Dust!
Gameplay
Anodyne 2: Return to Dust berfokus pada eksplorasi, dungeon, dan menyelesaikan puzzle. Sebagai seorang Nano Cleaner, Nova memiliki kemampuan untuk mengubah ukuran tubuhnya menjadi sangat kecil untuk memasuki jaringan tubuh karakter lain. Perubahan ukuran yang terjadi digambarkan melalui suasana yang sangat berbeda.
Saat Nova berukuran normal, Anda akan dihadapkan pada visual dengan gaya 3D klasik ala game pada masa Playstation generasi pertama. Namun, saat Anda berubah menjadi ukuran kecil, visual game akan ditampilkan dengan gaya 2D dengan gaya kamera top down selama Anda berada di dalam ‘dungeon’.
Pada ukuran normal, Anda dapat bergerak bebas, melompat, dan berubah menjadi sebuah kendaraan untuk mempermudah petualangan Anda di New Thelas. Pada mode ini juga Anda akan berinteraksi dengan NPC penghuni kota tersebut dan menyelesaikan masalah mereka.
Beberapa NPC juga akan memberi Anda sidequest sederhana seperti mengantarkan barang atau memberikan dialog yang cukup unik. Namun, tugas utama Anda adalah mencari NPC yang mengalami gangguan dari Nano Dust dan membersihkan mereka. Untuk melakukan ini, Anda harus berinteraksi dan membuat NPC tersebut bersedia Anda bersihkan. Jika Anda sudah siap beraksi, Anda dapat menembakkan cahaya ke sasaran Anda untuk berubah menjadi ukuran kecil. Terkadang, beberapa NPC akan melakukan perlawanan dalam bentuk sebuah minigame rhythm yang harus Anda selesaikan. Terkadang proses ini terasa membosankan setelah beberapa lama.
Saat Anda berukuran kecil, Anda akan dilengkapi dengan sebuah vaccuum cleaner sebagai senjata utama. Anda dapat menyedot debu dan objek-objek lain untuk kembali dilemparkan sebagai senjata. Pada mode ini, akan banyak puzzle yang harus Anda selesaikan. Terkadang, beberapa puzzle mengharuskan Anda untuk berbicara dengan musuh tertentu untuk mendapatkan petunjuk cara menyelesaikannya.
Setiap dungeon akan memiliki boss yang akan menghadang Anda. Anda dapat menggunakan batu di sekitar untuk Anda hisap dan melemparkannya kembali untuk menghasilkan damage pada boss. Jika Anda berhasil menyelesaikan dungeon, Anda akan mendapatkan Card untuk melanjutkan cerita.
Anodyne 2: Return to Dust menggambarkan dua ‘dunia’ yang berbeda dengan sangat baik. Namun, bagi kami pribadi, kami lebih menyukai saat Nova berubah menjadi ukuran kecil dan game memberikan visual dengan gaya 2D dengan kontrolnya yang lebih sederhana.
Pada saat berukuran normal dengan visual 3D, kami merasa kontrol yang ada sedikit kaku saat Anda bergerak cepat, terutama saat Anda berubah bentuk menjadi mobil untuk mempermudah navigasi di kota. Alur cerita yang ditawarkan juga terkadang terasa abstrak, yang bahkan sulit dipahami saat Anda pertama kali disuguhkan dengan suatu cerita pada adegan tertentu.
Presentation
Visual
Anodyne 2: Return to Dust menyajikan visual dengan 2 gaya yang jauh berbeda. Pada saat Anda berukuran normal, Anda akan melihat visual 3D dengan gaya seperti yang dapat Anda lihat pada game-game yang dirilis pada platform Playstation generasi pertama, lengkap dengan penggambaran poligon yang sengaja dibuat lebih kasar. Namun, saat Anda berubah menjadi ukuran kecil, visual yang ada berubah drastis menjadi 2D seperti pada game RPG klasik pada awal tahun 90-an.
Kedua jenis visual yang berbeda ini berhasil menggambarkan perbedaan antara kedua ‘dunia’, di mana Anda akan melihat banyak virus pada mode 2D dan akan bertemu dengan NPC berukuran normal pada mode 3D.
Audio
Untuk audio yang digunakan, kami merasa tidak ada yang istimewa dari musik ataupun efek suara yang ada. Mungkin game ini berusaha menampilkan audio dengan gaya game tahun 90-an, namun menurut kami malah membuat beberapa momen terasa membosankan atau bahkan membingungkan dengan penggunaan efek suara yang terlalu sederhana.
Value
Jika Anda menyukai game dengan gaya visual game adventure klasik, terutama game pada era Playstation generasi pertama, mungkin visual yang ditawarkan dapat membangunkan rasa nostalgia, terutama saat disandingkan dengan visual 2D saat Anda berubah ukuran. Namun, menurut kami, visual dengan rasa klasik yang ditawarkan game ini tidak terlalu berkesan karena kurangnya kualitas audio untuk mendukung suasana yang ada.
Dari sisi cerita, jika Anda menyukai game sederhana dengan cerita yang abstrak, mungkin game ini akan memiliki daya tarik bagi Anda. Namun untuk gamer yang menyukai cerita yang lebih casual, cerita yang dibawakan oleh game ini cukup sulit untuk dipahami, bahkan dengan mengikuti dialog dari NPC yang kami temui sepanjang perjalanan.
Conclusions
Anodyne 2: Return to Dust merupakan game action adventure dengan cerita yang abstrak dan visual klasik. Dengan menawarkan 2 dunia yang seakan berbeda saat karakter Anda berubah ukuran, game ini menggabungkan visual 3D dan 2D dengan cukup baik. Namun, cerita yang ada akan cukup sulit untuk dipahami karena keabstrakan yang ditampilkan dalam cerita.
Game ini telah tersedia di Playstation Store
+ Kombinasi visual 2D dan 3D yang cukup menarik
- Cerita terlalu abstrak sehingga sulit dipahami
- Audio kurang mendukung suasana yang terjadi