(The Lingering) Last Customer
Storytale
Storytale
24 Maret 2025
PC
Horror
Dewasa
Digital
5 GB
Rp 56.499
Storytale, sebuah studio game indie lokal, telah mencapai kesuksesan melalui karya mereka yang terkenal, Pamali. Game horor yang dirilis pada tahun 2018 ini berhasil menghadirkan konsep segar di ranah game horor lokal dengan menawarkan multiple ending serta beberapa episode/DLC bertema hantu yang berbeda-beda. Keberhasilan Pamali tidak hanya mengukuhkan nama Storytale, tetapi juga membawa judul tersebut meluas hingga diadaptasi menjadi film layar lebar, menjadikannya salah satu game lokal yang sukses diangkat ke dunia perfilman.
Pada tahun 2025 ini, Storytale kembali dengan karya terbaru mereka, sebuah game horor yang tampak menjanjikan dengan konsep menarik. Mengusung gaya klasik game PS1 dan terinspirasi dari kisah nyata, apakah game ini benar-benar semenarik premisnya?
Simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Story
Dalam game yang terinspirasi dari kisah nyata ini, pemain akan berperan sebagai Devi. Setelah seharian bekerja hingga malam, Devi memutuskan untuk mampir ke spa demi meredakan penatnya. Sayangnya, spa didekat daerahnya banyak yang sudah tutup. Tetapi, ia menemukan satu tempat spa di sekitarnya yang masih beroperasi malam itu.
Devi pun memesan sesi terapi di tempat tersebut dan menjadi pelanggan terakhir pada malam itu, dilayani oleh seorang terapis yang saat itu menjadi satu-satunya staf yang tersisa. Namun, saat berada di spa tersebut, Devi mulai merasakan keanehan yang muncul satu per satu. Ada sesuatu yang tidak biasa di tempat itu.
Apa yang dialami Devi di spa tersebut?
Temukan jawabannya dengan memainkan (The Lingering) Last Customer!
Gameplay
Secara umum, mekanisme gameplay (The Lingering) Last Customer cukup sederhana. Game ini mengadopsi gaya dan sudut pandang khas game horor klasik era PS1. Penggunaan fixed camera tidak hanya menambah nuansa mencekam, tetapi juga membawa sentuhan nostalgia, terutama bagi para penggemar game seperti Resident Evil klasik yang identik dengan sudut pandang ini. Sesuai dengan karakteristik game horor klasik, game ini tidak menyertakan mekanisme combat atau fitur rumit. Pemain hanya perlu berinteraksi dengan key item untuk membuka pintu atau barang yang terkunci.
Game ini juga menawarkan mekanisme dialog dengan opsi jawaban yang dapat dipilih pemain. Pilihan tersebut membawa konsekuensi tertentu yang harus dihadapi. Sayangnya, beberapa opsi dialog cenderung menghasilkan kesimpulan yang sama, sehingga kurang memberikan variasi konsekuensi. Meski gimmick ini cukup menarik, potensinya terasa sia-sia karena minimnya dampak berbeda dari pilihan yang diambil, membuat pengulangan permainan kurang bermakna untuk mengeksplorasi alternatif cerita.
Fixed Camera
Salah satu daya tarik utama game ini adalah penggunaan sudut pandang fixed camera. Bagi yang belum familiar, fixed camera adalah teknik di mana kamera tetap berada di posisi tertentu (fixed) dan berganti sudut sesuai pergerakan karakter. Teknik ini jarang digunakan di game modern, menjadikannya nilai tambah yang unik. Selain membawa kesan klasik, fixed camera juga berhasil menciptakan atmosfer mencekam yang khas dalam game horor, memperkuat pengalaman bermain secara keseluruhan.
Namun, sayangnya, penggunaan fixed camera ini terasa kurang nyaman di beberapa bagian. Terkadang, meski hanya ada satu sudut pandang, kamera justru bergerak, yang membuat pengalaman bermain sedikit membingungkan. Salah satu kekurangan yang cukup mengganggu adalah perubahan navigasi kontrol saat sudut pandang berganti. Misalnya, pada sudut kamera pertama, tombol “W” digunakan untuk maju, tetapi setelah kamera berpindah posisi, “W” justru menjadi tombol untuk mundur.
Hal ini memaksa pemain untuk terus menyesuaikan diri dengan perubahan kontrol tersebut. Dalam situasi tertentu, seperti saat harus lari dari kejaran hantu, perubahan navigasi ini terasa sangat menyulitkan. Alih-alih berhasil menghindar, pemain malah bisa secara tidak sengaja mendekati hantu karena kontrol yang berubah tiba-tiba, mengurangi kenyamanan dan ketegangan yang seharusnya menjadi poin utama game horor.
Looping
Salah satu elemen unik dalam game ini adalah sistem Looping. Mekanisme ini membuat pemain kembali ke titik awal (setelah memicu adegan tertentu tertentu) jika salah memasuki ruangan tertentu. Gimmick ini menjadi daya tarik tersendiri karena menambah lapisan ketegangan dan kesan misterius dalam permainan. Ide mengulang dari titik tertentu setelah melakukan kesalahan memberikan nuansa bahwa spa ini memiliki aturan tak kasat mata yang harus dipecahkan.
Namun, implementasi sistem looping ini terkadang membingungkan. Ada momen di mana pemain sulit membedakan apakah looping tersebut memang bagian dari mekanisme atau justru sebuah bug. Sebagai contoh, saat pertama kali mencoba membuka pintu A, pemain bisa melanjutkan ke ruangan berikutnya tanpa loop. Tetapi, ketika mengulang dan membuka pintu yang sama, tiba-tiba pemain malah kembali ke titik sebelumnya, berbeda dengan pengalaman awal yang memperbolehkan melanjutkan. Inkonsistensi seperti ini membuat sistem looping terasa kurang jelas di beberapa bagian, sehingga pemain bisa merasa bingung apakah ini disengaja sebagai tantangan atau sekadar masalah teknis.
Presentation
Visual
Secara visual, bagi seseorang yang menyukai game horor klasik dengan gaya grafis jadul ala PSX, (The Lingering) Last Customer menawarkan poin plus yang signifikan. Penggunaan estetika ini tidak hanya menghadirkan feel nostalgia, tetapi juga memperkuat kesan horor yang lebih mencekam. Pendekatan visual semacam ini sebenarnya sering ditemukan pada game horor indie atau solo di platform seperti itch.io. Jadi, bagi penggemar game dengan gaya visual khas itch.io, game ini kemungkinan besar akan sangat disukai.
Namun, ada sedikit kritik untuk versi yang saya mainkan. Visualnya terasa seperti menurunkan resolusi secara paksa, bukan benar-benar memainkan elemen poligon yang diperkecil atau bentuk karakter dan bangunan yang dirancang menyerupai estetika PSX secara autentik. Kesannya, ini lebih seperti game dengan grafis 3D modern yang diberi skin atau tekstur ala game klasik. Hal ini sedikit mengurangi kesan nostalgia yang seharusnya menjadi kekuatan utama. Meski begitu, secara keseluruhan, arah visualnya tetap terbilang baik untuk mengusung gaya grafis PSX.
Audio
Dari sisi audio, game ini terasa standar. Sebagai game horor indie dengan pendekatan sederhana, penggunaan scoring di momen-momen horor tertentu cenderung mirip satu sama lain. Bahkan, di beberapa adegan, efek suara atau musiknya terasa berlebihan, yang justru sedikit mengurangi intensitas ketegangan. Meski demikian, audio dalam game ini tetap mampu memberikan kesan seram yang mendukung atmosfer horor, walaupun tidak terlalu menonjol atau membawa kejutan tersendiri.
Value
Dengan penggunaan visual bergaya game jadul klasik PSX, (The Lingering) Last Customer cukup berhasil menghadirkan keseraman dalam permainannya. Atmosfer horor yang dibangun terasa kuat, terutama berkat estetika retro yang mendukung nuansa mencekam. Namun, ada beberapa adegan yang terasa mudah ditebak akhirnya, sehingga mengurangi kejutan yang diharapkan. Selain itu, terdapat beberapa momen yang sepertinya hanya dibuat untuk jumpscare, tapi terasa tidak relevan dan tidak terhubung dengan alur cerita. Mungkin ini terkait dengan upaya mengikuti kisah nyata yang menjadi dasarnya.
Meski begitu, Storytale seharusnya bisa mengeksplorasi kisah nyata ini dengan tambahan elemen lain. Misalnya, menambahkan adegan seram yang tetap relevan dengan cerita, walaupun tidak sepenuhnya berdasarkan fakta, agar momen-momen tersebut tidak terkesan sia-sia. Game ini memiliki playtime yang cukup singkat, makanya perlu ditambahkan adegan di luar kisah nyata agar tidak terlalu singkat dan terasa biasa saja. Padahal, di game Pamali, salah satu keunggulannya adalah cara Storytale menciptakan kengerian lewat sekilas kemunculan sosok tanpa suara, yang justru efektif membangun ketegangan.
Pada jam awal game, jalan cerita dan kesan misterius terasa solid serta tertata rapi. Namun, saat memasuki bagian tengah, pemain tampaknya sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Ada beberapa objective yang mungkin seharusnya mudah diketahui, tapi kadang malah terasa membingungkan karena sistem looping tadi. Game ini juga memiliki mekanisme kejaran hantu, di mana jika tertangkap, pemain harus mengulang dari titik awal. Sayangnya, ini justru terasa agak konyol. Jika ingin mengarah ke horor supernatural, Storytale bisa membungkusnya dengan pendekatan lebih subtil, seperti hanya menampilkan sosok hantu sebagai bayangan atau siluet khas makhluk halus, bukan kejaran langsung. Mungkin niatnya untuk menambah tantangan atau keseruan, tapi malah membuat beberapa pemain merasa terganggu. Apalagi saat sudut kamera berganti, tiba-tiba hantu muncul tepat di depan pemain, yang bukannya menyeramkan, justru terasa menyebalkan.
Meski dengan kekurangannya itu, setelah bertahun-tahun Storytale absen dari ranah game horor lokal, mereka setidaknya memberikan warna atau gaya yang segar. Apalagi dengan premis dan cerita yang diambil berdasarkan kisah nyata, ini adalah hal yang cukup jarang dilakukan oleh developer lokal lain. Namun, perlu sedikit catatan lain agar potensi ini bisa lebih maksimal di masa depan.
Conclusions
Storytale berhasil membawa angin segar bagi dunia horor di industri game lokal dengan gaya bak game jadul PS1 setelah lama absen. Pendekatan cerita yang berdasarkan kisah nyata ini memberikan kesan yang jauh lebih nyata dan dapat dirasakan oleh pemain sepanjang permainan. Namun, beberapa penggunaan mekanisme menarik dan pendekatan berdasarkan kisah nyata yang jadi dasarnya membuat Storytale terasa kurang eksplor, dan terkesan biasa di beberapa momen. Dengan sedikit polesan dan eksplorasi lebih jauh, game ini bisa menjadi lebih memorable di ranah horor lokal.
+ Cerita yang lugas dan tidak bertele-tele
+ Penggunaan kisah nyata sebaga dasar cerita
+ Visual klasik yang nostalgik
+ Angin segar bagi ranah game horor lokal
- Navigasi yang berubah sesuai sudut pandang kamera terkadang cukup membingungkan
- Adegan Jumpscare mudah ditebak
- Penggunaan sistem looping cukup menyebalkan