Echoes of the End
Myrkur Games
Deep Silver
12 Agustus 2025
PS5, Xbox Series, PC
Action RPG
Dewasa
Blu-ray, Digital
Rp 579.000
Dalam lanskap game action-adventure yang semakin padat, Echoes of the End hadir sebagai debut ambisius dari studio Islandia, Myrkur Games. Mengusung latar dunia fantasi Nordik yang terinspirasi dari lanskap Islandia, game ini menawarkan perpaduan antara narasi sinematik, mekanik RPG berbasis sihir, dan puzzle lingkungan yang menantang. Sebagai pemain, kita diajak menyelami perjalanan Ryn, seorang Vestige—makhluk langka dengan kekuatan magis yang dianggap sebagai ancaman eksistensial.
Dan ditengah hingar bingar hype besar game AAA lainnya yang membayangi perilisannya di bulan yang sama, Echoes of the End menjadi seperti hidden gem yang mampu menarik perhatian kami.
Simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Story
Dunia Aema adalah tanah yang retak oleh perang, kenangan, dan sihir purba. Ryn, seorang Vestige yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi materi dan waktu, hidup dalam bayang-bayang trauma masa kecil dan stigma sosial yang menganggap kekuatannya sebagai kutukan.
Cerita dimulai ketika Ryn menyaksikan penyerangan mendadak oleh kelompok Dalsmen, yang dipimpin oleh Vestige lain yang jauh lebih agresif dan berambisi menguasai Aema. Dalam kekacauan tersebut, adik Ryn diculik, memaksanya untuk memulai perjalanan lintas benua demi menyelamatkan sang adik dan mencegah kehancuran dunia.

Di awal petualangannya, Ryn bertemu Abram Finlay, seorang sarjana tua yang menyimpan rahasia kelam dan pengetahuan tentang teknologi Aemic—artefak kuno yang dapat dimanipulasi dengan sihir. Hubungan antara Ryn dan Abram menjadi pusat emosional cerita, berkembang dari ketidakpercayaan menjadi ikatan yang saling menguatkan.

Akankah Ryn mampu menyelematkan sang adik dan mencegah kekuatan jahat menguasai Aema?
Temukan jawabannya dengan memainkan Echoes of the End!

Gameplay
Narasi dalam game ini disampaikan melalui cutscene yang sinematik, dialog interaktif, dan eksplorasi lingkungan yang menyimpan potongan-potongan lore. Meski beberapa elemen terasa mirip dengan game-game story driven lainnya, namun kekuatan cerita, dinamika karakter dan atmosfer dunianya yang dibangun dengan detail mampu memberikan hal yang berbeda.
Menjadi salah satu game story driven hidden gem menurut kami, Echoes of the End patut mendapat apresiasi lebih. Saat memainkan game ini, rasanya kami seperti memainkan sebuah game dengan perpaduan antara God of War dan The Witcher. Developer berhasil menggabungkan beberapa unsur-unsur tersebut dengan baik.
Berikut kami bahas aspek gameplay selengkapnya:

Echoes of the End mengusung sistem gameplay yang menggabungkan elemen action-RPG dengan puzzle berbasis lingkungan. Tidak ada sistem loot atau crafting tradisional—fokusnya adalah pada pengembangan skill dan pemanfaatan sihir dalam pertempuran serta eksplorasi.
Salah satu aspek yang membedakan Echoes of the End dari RPG konvensional adalah pendekatannya terhadap sistem pengembangan karakter. Alih-alih mengandalkan loot atau crafting yang lazim ditemukan dalam genre ini, game ini memilih jalur yang lebih terfokus dan naratif: pengembangan kekuatan Ryn melalui empat cabang kemampuan yang saling melengkapi. Setiap cabang merepresentasikan aspek kepribadian dan kekuatan Ryn, serta hubungannya dengan dunia dan karakter lain.

Cabang sihir adalah inti dari progresi karakter, menawarkan kemampuan manipulasi gravitasi, distorsi waktu, dan serangan area yang destruktif. Di sinilah kekuatan Ryn sebagai Vestige benar-benar bersinar, memungkinkan pemain untuk mengendalikan medan tempur dengan cara yang tidak biasa. Cabang ini juga membuka akses ke kemampuan seperti “Echo Blast” dan “Time Fracture,” yang tidak hanya efektif secara mekanis, tetapi juga memperkuat tema naratif tentang waktu dan kenangan.
Cabang kedua, yang disebut sebagai “Abram’s Tree,” berakar pada interaksi antara Ryn dan Abram. Kemampuan yang tersedia di sini lebih bersifat suportif—seperti stun, freeze, dan healing—dan mencerminkan dinamika kerja sama antara dua karakter utama. Menariknya, pengembangan cabang ini tidak hanya memperkuat gameplay, tetapi juga membuka dialog dan cutscene tambahan yang memperdalam hubungan mereka.

Cabang ketiga, yang berfokus pada serangan fisik, terasa lebih terbatas. Meskipun memberikan variasi dalam gaya bermain, serangan melee dalam game ini cenderung lambat dan kurang responsif, membuatnya lebih cocok sebagai pelengkap daripada strategi utama. Sementara itu, cabang pasif menawarkan peningkatan atribut seperti health, mana, dan cooldown, memberikan fleksibilitas dalam membentuk gaya bermain yang sesuai dengan preferensi pemain.
Progresi dilakukan melalui sistem poin skill yang diperoleh dari menyelesaikan misi utama, side quest, dan menemukan artefak tersembunyi di dunia Aema. Tidak ada grinding berlebihan—setiap peningkatan terasa bermakna dan berdampak langsung pada pengalaman bermain. Pendekatan ini menciptakan ritme permainan yang lebih naratif dan reflektif, menghindari repetisi mekanis yang sering menjadi kelemahan RPG modern.

Pertarungan dalam Echoes of the End mengusung pendekatan sinematik yang berpadu dengan mekanik RPG berbasis sihir. Arena pertarungan dirancang semi-terbuka, memungkinkan pemain untuk bergerak bebas sambil tetap menjaga fokus pada musuh melalui sistem lock-on yang intuitif. Gerakan Ryn terasa lincah, dengan kemampuan dodge roll yang responsif, meski sistem parry yang tersedia membutuhkan timing yang sangat presisi dan jarang menjadi pilihan utama dalam strategi bertarung.
Keunikan sistem pertarungan terletak pada dominasi sihir sebagai senjata utama. Ryn tidak hanya melemparkan bola api atau petir seperti dalam RPG klasik—ia memanipulasi ruang dan waktu. Kemampuan seperti “Shift” memungkinkan pemain untuk melempar musuh ke arah tertentu, menciptakan celah dalam formasi lawan. “Echo Blast” menghancurkan pertahanan musuh dalam radius tertentu, sementara “Time Fracture” membekukan waktu secara lokal, memberikan kesempatan untuk menyusun strategi atau melarikan diri dari situasi genting.

Abram, sebagai karakter pendamping, bukan sekadar NPC pasif. Ia dapat diperintah untuk menahan objek, menyerang musuh, atau memicu mekanisme lingkungan yang berpengaruh langsung pada jalannya pertarungan. Sinergi antara Ryn dan Abram menciptakan dinamika yang menarik, di mana pemain harus mempertimbangkan posisi, timing, dan kombinasi kemampuan untuk mengatasi musuh yang semakin kompleks.
Musuh dalam game ini tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga sihir dan manipulasi lingkungan. Beberapa pertarungan menuntut pemain untuk memecahkan teka-teki di tengah pertempuran, seperti mengaktifkan Preserver atau mengubah struktur arena agar bisa mengakses titik lemah musuh. Pendekatan ini membuat setiap pertarungan terasa unik dan menantang, meski kadang pacing-nya terganggu oleh transisi antar fase yang terlalu panjang.

Secara keseluruhan, sistem pertarungan Echoes of the End bukan tentang refleks semata, melainkan tentang pemahaman terhadap kekuatan dan keterbatasan karakter, serta kemampuan untuk membaca situasi dan merespons dengan strategi yang tepat. Ini adalah pertarungan yang menguji kecerdasan pemain, bukan sekadar kecepatan tangan
Namun dibalik itu semua, sebagaimana permasalahan yang sering ditemui pada game-game debut yang menggunakan Unreal Engine sebagai mesin grafis utamanya, Echoes of the End tak luput dari kekurangan.

Salah satu titik lemah paling mencolok adalah sistem pertarungan jarak dekat yang terasa kaku. Meskipun Ryn dibekali dengan pedang dan beberapa skill fisik, eksekusinya terasa lambat dan tidak responsif. Animasi serangan sering kali terputus oleh gerakan musuh, dan tidak ada sistem combo yang memadai untuk menciptakan ritme bertarung yang memuaskan. Akibatnya, selama permainan kami cenderung menghindari melee dan bergantung sepenuhnya pada sihir, yang membuat variasi gaya bermain menjadi terbatas.
Kemudian, Pacing cerita yang tidak konsisten dan dragging yang cukup terasa. Meski narasi awal sangat kuat dan atmosferik, ada momen-momen di pertengahan game di mana pacing terasa lambat dan terlalu bergantung pada eksplorasi lingkungan yang tidak selalu relevan dengan perkembangan cerita.
Beberapa side quest juga terasa seperti filler, tidak memberikan kontribusi berarti terhadap karakterisasi atau worldbuilding. Ini bisa membuat pemain kehilangan momentum emosional yang telah dibangun di awal. Hal ini juga ditambah dengan kurangnya pilihan dialog yang bermakna.
Interaksi dengan karakter lain, terutama Abram, memang emosional, tetapi pilihan dialog yang tersedia sering kali bersifat kosmetik. Tidak ada konsekuensi nyata atau cabang cerita yang berubah berdasarkan pilihan pemain. Ini membuat sistem naratif terasa lebih seperti tontonan daripada pengalaman interaktif, dan bisa mengecewakan bagi pemain yang mengharapkan RPG dengan elemen role-playing yang kuat.
Disamping itu, Minimnya Interaktivitas Dunia juga sangat disayangkan, mengingat world building Aema sudah terbentuk dengan indah secara visual, tetapi secara mekanis terasa statis. Tidak ada sistem ekonomi, interaksi NPC yang mendalam, atau perubahan dunia berdasarkan pilihan pemain. Ini membuat dunia terasa lebih seperti latar sinematik daripada ruang hidup yang bisa dijelajahi dan dipengaruhi. Bagi pemain yang terbiasa dengan RPG seperti The Witcher atau Dragon Age, ini bisa terasa sebagai kemunduran.
Yang terakhir adalah sistem progression yang terlalu linear dan tidak memberikan banyak kebebasan untuk membentuk build karakter yang unik. Tidak ada sistem respec, dan beberapa skill terasa wajib diambil untuk bisa bertahan di pertarungan tertentu. Ini mengurangi elemen strategi dan eksperimen yang biasanya menjadi daya tarik utama dalam RPG.

Presentation
Visual
Sebagai proyek debut, sebenarnya Echoes of the End mampu memberikan kualitas visual yang luar biasa. Secara visual, Echoes of the End adalah mahakarya. Dunia Aema dirancang dengan detail luar biasa, menampilkan lanskap bersalju, reruntuhan kuno, dan kota-kota yang tenggelam. Penggunaan Unreal Engine 5 memungkinkan pencahayaan dinamis dan tekstur realistis, meski beberapa pengguna melaporkan stuttering dan pop-in pada versi PC.
Desain karakter, terutama Ryn dan Abram, menampilkan ekspresi emosional yang kuat berkat motion capture berkualitas tinggi. Cutscene mengalir mulus, memperkuat nuansa sinematik.
Audio
Audio juga menjadi kekuatan utama. Musik latar karya Viktor Ingi Guðmundsson menggabungkan orkestra epik dengan nuansa tradisional Islandia, menciptakan atmosfer yang mendalam. Voice acting oleh Aldís Amah Hamilton dan Karl Ágúst Úlfsson memberikan nyawa pada karakter, meski beberapa dialog terasa repetitif.

Value
Echoes of the End bukanlah game yang menawarkan kebebasan eksplorasi atau sistem RPG yang kompleks. Sebaliknya, ia mengajak pemain untuk berinvestasi secara emosional dalam narasi yang terstruktur dan atmosfer dunia yang sinematik.
Dengan durasi permainan sekitar 12–15 jam dan harga rilis di kisaran $39.99, game ini menempatkan dirinya sebagai pengalaman premium yang lebih mirip film interaktif daripada RPG tradisional.
Nilai utamanya terletak pada kekuatan visual dan audio yang memukau, serta dinamika karakter yang menyentuh, terutama hubungan antara Ryn dan Abram yang berkembang secara organik sepanjang perjalanan.
Puzzle lingkungan yang kreatif juga memberikan variasi gameplay yang menyegarkan, menjauhkan game ini dari repetisi mekanis. Namun, bagi pemain yang mencari sistem pertarungan yang responsif, pilihan dialog yang berdampak, atau dunia terbuka yang hidup, Echoes of the End mungkin terasa kurang memuaskan.
Masalah performa teknis di beberapa platform juga menjadi pertimbangan penting. Meski demikian, bagi mereka yang menghargai narasi yang kuat dan atmosfer dunia yang unik, game ini tetap menawarkan pengalaman yang layak untuk dijajal—terutama jika dimainkan dengan ekspektasi yang tepat dan kesabaran terhadap kekurangan teknis yang mungkin muncul.
Conclusions
Echoes of the End bukan sekadar game—ia adalah perjalanan emosional yang membalut sihir, trauma, dan harapan dalam dunia fantasi yang memukau. Dengan narasi sinematik yang menyentuh, visual yang menawan, dan puzzle lingkungan yang cerdas, game ini menawarkan pengalaman yang lebih dalam daripada sekadar aksi. Bagi pemain yang menghargai cerita yang kuat dan atmosfer yang hidup, ini adalah undangan untuk tenggelam dalam dunia Aema dan menyelami konflik batin sang protagonis.
Meski tidak sempurna secara teknis, kekuatan Echoes of the End terletak pada kemampuannya membangun koneksi emosional dan menghadirkan pertarungan yang menuntut strategi serta intuisi. Jika kamu mencari game yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajakmu merenung dan merasakan, maka perjalanan bersama Ryn layak untuk dijalani. Dunia Aema menunggu, dan gema dari akhir itu baru saja dimulai..
#EchoesoftheEnd #keymailer
+ Jalan cerita menarik yang disampaikan dengan cinematic
+ Gameplay dan system pertarungan yang menuntut reflex dan koordinasi yang tinggi dengan NPC
+ Puzzle yang cukup menantang namun tidak sulit
+ Sistem Combat dan Skill Tree yang dibuat lebih taktis
+ Kualitas visual dan audio yang detail dan immersive
- Pacing cerita yang tidak konsisten
- Detial model pada NPC seperti kurang polished
- Animasi saat combat yang cukup clunky
- Aspek RPG yang kaku
- Tidak ada fitur photo mode
![[Review] SpongeBob SquarePants: Titans of the Tide](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Spongebob-Titan-Banner-115x115.jpg)

![[Review] Biped 2](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Biped-2-Banner-115x115.jpg)
![[Review] SpongeBob SquarePants: Titans of the Tide](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Spongebob-Titan-Banner-200x250.jpg)

![[Review] Biped 2](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Biped-2-Banner-200x250.jpg)
![[Review] Kentum](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Kentum-Banner-200x250.jpg)
![[Review] Atelier Ryza Secret Trilogy Deluxe Pack](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Atelier-Ryza-DX-Banner-200x250.jpg)
![[Recap] State of Play – November 2025](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/State-of-Play-November-2025-200x250.jpeg)
![[Review] Anima: Gate of Memories I & II Remaster](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Anima-Gate-of-Memories-Remaster-Banner-200x250.jpg)
![[Review] Once Upon A KATAMARI](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/10/Once-Upon-a-Katamari-Banner-200x250.jpg)
![[News] Sonic Rumble Resmi Rilis dan Hadirkan Skin dan Sticker Terbatas!](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Sonic-Rumble-Launch-Banner-200x250.jpg)
![[News] Aktris Baifern Bintangi Video Series Untuk Rayakan Perilisan Sword of Justice di Asia Tenggara](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Sword-of-Justice-Baifern-200x250.jpg)
![[Review] SpongeBob SquarePants: Titans of the Tide](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Spongebob-Titan-Banner-360x240.jpg)
![[News] Bocoran Gameplay Assassin’s Creed Mirage Mengemuka!](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2023/05/Assassins-Creed-Mirage-official-screenshots-1-scaled-1-360x240.jpg)
![[Review] Once Upon A KATAMARI](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/10/Once-Upon-a-Katamari-Banner-360x240.jpg)
![[News] Sonic Rumble Resmi Rilis dan Hadirkan Skin dan Sticker Terbatas!](https://www.play-verse.com/wp-content/uploads/2025/11/Sonic-Rumble-Launch-Banner-360x240.jpg)