2020 bukanlah tahun yang mudah untuk dilewati oleh seluruh bidang industri. Di tengah pandemi yang masih melanda dunia hingga saat ini, industri video game termasuk salah satu yang bisa bertahan dan berkembang melebihi bidang lainnya. Hal ini pun menjadi berkah tersendiri untuk tim PlayVerse hingga membuat kami sangat sibuk sepanjang tahun untuk mengulas game baru maupun menulis artikel perkembangan game dari para developer maupun publisher. Begitu banyak game bagus yang dirilis tahun lalu, namun tidak sedikit pula game yang pantas disebut ampas karena hasilnya yang mengecewakan.
Tidak seperti media lain yang berlomba-lomba memberikan penghargaan dengan berbagai kategori seperti Game of the Year, Best RPG, Best Action dan sejenisnya, kami ingin memberikan opini pribadi yang lebih subjektif kepada Anda agar Anda tidak bosan melihat nama “The Last of Us Part II” memenangkan kategori terbaik, terbaik dan terbaik.
Untuk itu, izinkan tim PlayVerse menceritakan game apa saja yang menjadi terfavorit dan terampas dari tahun 2020 lalu. “Terfavorit” bagi kami bukan berarti game tersebut mendapat Review Score yang tinggi dengan segala kelebihannya dan “Terampas” bagi kami bukan berarti game tersebut buruk di mata Anda. Semua opini di bawah ini murni berdasarkan selera dan pengalaman kami sebagai gamer.
Berikut opini kami selengkapnya:
Versi Yandi
Terfavorit – Final Fantasy VII Remake
Penantian panjang saya untuk bisa menjadi saksi hidup petualangan Cloud dan kawan-kawan dalam format High Definition, akhirnya terbayar lunas. Game ini benar-benar memenuhi harapan saya sebagai fans berat Final Fantasy yang sudah berkali-kali dikecewakan oleh Square Enix lewat seri ke-XIII dan XV. Semua aspek yang ada di dalam game ini benar-benar digarap serius oleh sang developer dan hampir mendekati sempurna.
Sebagai bentuk penghormatan kepadanya, saya rela menghabiskan waktu luang saya untuk mengejar Platinum Trophy dalam game ini. Sekarang, saya hanya perlu duduk manis menantikan kelanjutan episode keduanya. Semoga Square Enix bisa menyelesaikannya dalam waktu dekat.
Terampas: One Punch Man – A Hero Nobody Knows
Sudah menjadi kebiasaan bagi Bandai Namco, di mana ketika ada sebuah judul anime yang sedang populer, mereka akan mengadaptasinya menjadi sebuah video game, tak terkecuali One Punch Man. Di atas kertas, serial ini punya banyak potensi yang bisa digali untuk menjadi game sebagus Naruto Shippuden: Ultimate Ninja Storm. Namun, tampaknya sang developer Spike Chunsoft, masih terjebak dengan formula Jump Force yang mendapat banyak kritik di masa lalu.
Anda memang bisa membuat karakter Anda sendiri di sini, namun semua gerakan animasinya yang sama dan mirip, membuat game ini sangat repetitif dan jauh dari kata menarik. Hanya fans-fans setia One Punch Man saja yang mungkin bisa tahan memainkan game ini sampai tamat.
Versi Jason
Terfavorit – Persona 5 Royal
Meskipun Persona 5 Royal bukanlah game yang benar-benar baru, tetapi saya sangat senang dengan game ini berkat penambahan konten yang cukup masif seperti cerita baru, waifu baru dan Persona baru. Sayangnya, saya harus memainkan game ini dari awal lagi karena tidak bisa meneruskan save data Persona 5 versi vanila. Namun, demi bertemu Kasumi, saya rela menghabiskan waktu puluhan jam lagi untuk menyelami dunianya.
Terampas – Twin Mirror
Datang dari developer Dontnod Entertainment yang terkenal dengan Life is Strange, saya punya ekspektasi tinggi terhadap game ini seperti cerita yang lebih kelam, tema yang lebih dewasa dan karakter yang lebih hidup. Setelah memainkannya sampai tamat, ekspektasi tersebut seakan sirna satu per satu di mana plot ceritanya terlalu dragging serta karakter yang kurang berkesan. Terlalu banyaknya karakter yang diperkenalkan di awal membuat saya bingung dan sering hilang fokus saat memainkannya.
Versi Domon
Terfavorit – Mortal Shell
Sebagai gamer Git Gud yang menggemari game Souls-like, tahun lalu merupakan momen yang sangat garing bagi saya karena game dengan model seperti itu tidak banyak dirilis. Memang ada Nioh 2 dari Koei Tecmo, namun hati saya justru lebih tertarik mencoba IP baru dari Cold Symmetry, yaitu Mortal Shell. Meskipun durasi permainannya terhitung singkat, namun game ini sangat berkesan untuk saya pribadi dan berhasil menghilangkan rasa haus saya akan game sejenis ini.
Mortal Shell adalah sebuah game indie yang dikembangkan oleh 15 orang saja. Meskipun begitu, jajaran nama yang mengisi posisi tersebut adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di industri video game. Maka dari itu, ia dapat menghadirkan sistem pertarungan yang sangat solid serta tingkat kesulitan yang terbilang cukup tinggi. Bahkan, ia juga memiliki keunikannya sendiri yang membuatnya terasa berbeda dengan game sejenisnya.
Terampas: Rainbows, Toilets & Unicorns
Anda tidak pernah mendengar nama game ini? Kalau bisa, saya juga ingin menghapusnya dari ingatan saya. Game ini sebenarnya punya konsep yang unik dengan tema yang absurd. Dengan mengusung genre Rail Shooter, seharusnya game ini bisa membuat pemainnya senang. Namun tema yang diusung membuat saya kesal karena mengandung unsur-unsur sensitif seperti SARA dan LGBT. Untuk saya, cukup satu kali saja seumur hidup memainkan game seperti ini dan tidak akan menyentuhnya lagi di kemudian hari.
Versi Hengky
Terfavorit: Ghost of Tsushima
Sebagai pecinta budaya Jepang, saya sangat berharap ada game Open-world yang bisa menceritakan salah satu sejarah dari negeri Sakura dengan kualitas AAA. Harapan saya yang tak kunjung dikabulkan oleh Ubisoft lewat serial Assassin’s Creed-nya, justru dijawab oleh developer Sucker Punch yang sebelumnya terkenal dengan serial InFamous.
Awalnya saya ragu, apakah developer barat bisa menciptakan game bertemakan Jepang yang otentik dan akurat. Akan tetapi, keraguan itu pun perlahan sirna setelah Ghost of Tsushima resmi dirilis ke pasaran. Game ini benar-benar melebihi ekspektasi saya, bahkan jauh lebih bagus dari serial Assassin’s Creed. Berkat game ini, akhirnya saya bisa merasakan bagaimana menjadi seorang samurai sejati ditambah dengan presentasinya yang sangat indah.
Terampas: Marvel’s Avengers
Siapa sih yang tidak kenal dengan Avengers? Film layar lebarnya yang meledak di mana-mana membuat popularitas Iron Man dan kawan-kawan kian meroket. Dengan nama besar yang dimiliki Square Enix serta kapasitas Crystal Dynamics yang sudah terbukti dari serial Tomb Raider membuat semua orang yakin bahwa game ini akan sukses di pasaran.
Namun, kenyataan tidak selalu sesuai harapan. Hadir dengan pola Game as a Service (GaaS), game ini ditinggalkan oleh 96% pemainnya sebelum sempat berkembang. Microtransactions yang dieksploitasi, gameplay yang sangat repetitif, Co-op yang membosankan serta Roadmap yang tidak jelas, akhirnya membuat Square Enix rugi bandar telah menginvestasikan dananya untuk game ini. Menurut saya, sebaiknya Crystal Dynamics kembali fokus membuat game Tomb Raider saja daripada bereksperimen seperti ini yang akhirnya malah menodai nama mereka sendiri.
Versi Andika
Terfavorit: Dragon Ball Z – Kakarot
Sebagai anak Indonesia yang tumbuh di era 90-an, tidak bisa dipungkiri bahwa DRAGON BALL adalah salah satu anime yang mengisi hari Minggu pagi saya selama bertahun-tahun. Saya yakin, semua anak yang menikmati karya Akira Toriyama ini minimal pernah satu kali berandai-andai untuk bisa berubah menjadi Super Saiyan atau mengeluarkan Kamehameha dari tangannya.
Berangkat dari kenangan masa kecil yang sudah terpatri dalam memori, ada keinginan terpendam untuk menjelajahi dunianya secara lebih mendalam. Saya ingin sekali mengunjungi pulau terpencil milik Kamesennin, Capsule Corporation, Arena Tenkaichi Budokai hingga Planet Namek. Sedangkan, game Dragon Ball sendiri, mayoritas mengusung genre fighting yang tidak memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi dunianya.
Namun, angan-angan yang sudah lama terpendam itu seakan menemukan titik terang saat Bandai Namco mengumumkan proyek game baru dengan judul “PROJECT Z”. Apalagi setelah tahu bahwa game tersebut dikembangkan oleh CyberConnect2, antusiasme saya langsung bangkit kembali, mengingat kemampuan mereka sudah terbukti dalam serial Naruto Shippuden: Ultimate Ninja Storm. Bandai Namco boleh jadi kerap kali asal-asalan membuat game berbasis anime, tetapi kalau sudah menyangkut soal Dragon Ball, saya yakin mereka punya tim khusus untuk mengontrol kualitasnya dan tidak akan main-main selama proses pengembangannya.
Saat pertama kali memainkannya, secara tidak sadar saya menitikkan air mata ketika lagu CHA-LA HEAD-CHA-LA diputar mengiringi animasi pembuka game ini. Walaupun bukan game yang sempurna, Dragon Ball Z: Kakarot adalah game yang benar-benar berkesan untuk saya pribadi. Hampir semua momen ikonik dari serial anime-nya dipresentasikan dengan sangat keren hingga membuat hati saya berteriak. Sampai akhirnya saya pun bertekad untuk meraih Platinum Trophy-nya sebagai bentuk apresiasi saya terhadap game ini.
Terampas: Sword Art Online – Alicization Lycoris
Datang dengan ekspektasi yang cukup tinggi berkat kesuksesan serial animenya, seri terbaru Sword Art Online (SAO) yang berjudul Alicization Lycoris ini justru tampil mengecewakan. Di luar performa framerate nya yang kacau balau di awal perilisannya, pacing game ini sangat buruk, di mana Chapter pertamanya berlangsung sangat panjang dan membosankan.
Harapan untuk bisa segera bertemu banyak waifu seperti Asuna, Alice dan Medina pupus dalam sekejap, ketika Anda justru akan lebih banyak melihat kisah bromance antara Kirito dan Eugeo. Periode tidak menyenangkan itu terpaksa kami jalani selama lebih dari 10 jam sampai cerita baru benar-benar berlanjut ke Chapter 2.
Sebenarnya game ini punya banyak materi dan potensi yang bisa digali untuk menjadi seri SAO terbaik. Namun sayangnya, eksekusi dari sang developer, Aquaria, terasa setengah matang sehingga Anda hanya mendapatkan sebuah game RPG yang medioker cenderung buruk. Satu-satunya yang bisa saya apresiasi dari game ini hanyalah lagu opening-nya yang dinyanyikan oleh ReoNa berjudul Scar/let.
Meskipun saat artikel ini dipublikasikan harga game ini sudah jauh menurun dan mendapatkan diskon di toko digital, namun rasanya ia tetap tidak worth it untuk Anda beli. Apalagi dengan ukuran game yang sangat besar bahkan melebihi 60 GB, ia hanya akan meninggalkan penyesalan untuk Anda setelah membuang kuota internet sebanyak itu.
Demikian opini pribadi tim PlayVerse untuk Game Terfavorit dan Terampas dari tahun 2020. Semoga opini kami bisa bermanfaat untuk Anda semua. Sampai jumpa di Review dan artikel kami di tahun 2021 ini!